ASAL - USUL TAREMPA PART 4
V. Menghentikan Pekerjaan Merampok (Melanon)
Dengan kematian Nakhoda Alang itu maka hal itu menyebabkan para lanon di Gunung Kute itu tidak ada yang mengepalai perampokan lagi. Dan hal tersebut disadari oleh Datuk Kaye Dewa Perkase, apalagi mengingat dirinya yang telah semakin tua dan perlu kiranya mennjamin lanon-lanon yang berasal dari negeri Campa itu agar tidak musnah sama sekali. Lagipula harta rampasan mereka sudah sedemikian banyaknya. Maka dengan itu oleh Datuk Kaye dikeluarkanlah larangan agar para lanon di Gunung Kute itu tidak ada lagi yang pergi merampok. Disuruhnya mereka untuk menjaga dan mendiami perkampungan di Gunung Kute tersebut, manakala ada musuh yang mendiami dan menyerang maka disitulah mereka akan melawannya dengan cara mati-matian.
Dan untuk kehidupan sehari-hari dipeintahkannyalah penduduk untuk bertanam sagu, dan mencari hasil laut dengan menyelam dan menangkap ikan dan selain itu diperintahkan untuk menanam kelapa sebagaimana lazimnya diperbuat oleh orang-orang ditempat asalnya. Begitulah akhirnya dimulai kehidupan baru disamping terus berjaga-jaga dari serangan musuh.
VI. Kedatangan Pangeran dari Kerajaan Brunai
Dipertengahan abad ke XVII, pada suatu hari diperairan sekitar pulau Matak suatu Bahtera yang lengkap dengan peralatannya serta sarat berisi muatan telah terdampar. Manakala diketahui oleh Datuk Kaye Dewa Perkase akan hal itu maka turunlah dia lengkap dengan pengiringnya yang terdiri dari lanon-lanon ketempat bahtera yang terdampar. Anak buah kapal yang berada dalam bahtera itu tidak sedikitpun melihat tanda-tanda akan melawan.
Sesampainya Datuk Kare ditempat perahu yang terdampar itu, maka naiklah ia kedalam bahtera. Diatas anjungan bahtera Datuk Kaye disambut oleh seorang muda yang tera,at gagah kerkase. Dengan penuh sopan santun anak muda itu menyambut kedatangan Datuk Kaye Dewa Perkase. Bersalam-salamlah mereka sebagaimana lazimnya orang-orang berkenalan. Ditanyakanlah oleh Datuk Kaye Dewa perkase, dari manakah bahtera berasal, apakah maksud membuang sauh di perairan ini. Diterangkanlah oleh anak muda itu bahwa dirinya adalah seorang pangeran anak Bungsu Pangeran khmad yang memerintah di kerajaan Brunai. Namanya adalah Pangeran Merta, maksud semula hendak pergi ke makam Tauhid guna membantu ayah saudaranya Sultan Ibrahim di Kerajaan Johor yang akan membuka negeri baru di sungai Jarang. Ditengah jalan dipukul ribut sehingga bahtera kehilangan arah dan terdampar dipulau ini. Rupa-rupanya bahtera itu tidak dapat dipakai lagi karena banyak yang patah dan rusak. Itulah sebabnya sauh dibuang diperairan ini.
Mendengar cerita Pangeran Merta itu maka terbitlah niatnya untuk menawan Pangeran Merta. Datuk Kaye teringat akan kematian tangan kanannya Nakhoda Alang yang dibunuh oleh Daeng Malewa atas suruhan Sultan Ibrahim. Pengeran Merja lalu ditawan. Harta benda yang ada dalam bahtera diangkut kedarat.
Mulai saat itn jadilah Pengeran Merta tawanan Datuk kaye Dewa Perkase. Dan hiduplah Pangeran Merta dikampung Gunung Kute iyu bersama-sama denfan para penduduk yang ada didaerah Gunung Kute itu.
Bahtera yang telah terdampar itu dihanyutkan ketempat itu juga. Lalu dikirimlah berita kepada Sultan Ibrahim bahwa anak saudaranya Pangeran Merta kini ditawan oleh mereka di Gunung Kute. Pangeran Merta tidak akan dibebaskan kecuali jika Sultah Ibrahim mengakui pemerintahan di Gunung Kute dan menyerahkan upeti ssebagai tebusan Pangeran Merta.
Tentu saja hal itu tidak dipedulikan oleh Sultan Ibrahim. Malah Sultan Ibrahim berazam untuk menumpas habis lanon-lanon yang telah menawan anak saudaranya Pangeran Merta.
Penjelasan:
Dalam buku Tuhfat an Nafis yang dikarang oleh Raja Ali Haji ada disebutkan tentang Sultan Ibrahim dan Pangeran Merta itu. Adapun Sultan Ibrahim yang memerintah dikerajaan Johor pad tahun 1653 - 1675 telah memerintah Laksamana Johor untuk membuka negeri di Sungai Jarang (Pulau Bintan). Adapun maksudnya adalah untuk kepindahannya dari makan Tauhid (ibu kota Johor Lama) ketempat yang baru itu guna mengtadakan persiapan menyerang negeri Jambi. Segala bantuan untuk membuka negeri baru itupun dimintalah mulai dari sahabatnya Raja Malaka, sehingga sampai Kerajaan abangnya Sultan Ahmad di Brunai.
Namun sampai siap negeri baru itu bantuan dari Kerajaan Abangnya Sultan Ahmad tidak kunjung diterima. Amat masygullah hati baginda manakala diketahuinya bahwa anak saudaranya Pangeran Merta dari Brunai yang semula akan membantu pembukaan negeri baru itu rupa-rupanya ditawan oleh lanon-lanon dari Campa dilaut Cina.
Bersabdalah baginda untuk menumpas habis lanon-lanon yang merajalela di laut cina itu dan seterusnya. Demikianlan antara lain Raja Ali Haji menulis Taufat An Nafis. Dan berdasarkan penulisan cerita tersebut kamu yakinkan kebenarannya.
Dengan kematian Nakhoda Alang itu maka hal itu menyebabkan para lanon di Gunung Kute itu tidak ada yang mengepalai perampokan lagi. Dan hal tersebut disadari oleh Datuk Kaye Dewa Perkase, apalagi mengingat dirinya yang telah semakin tua dan perlu kiranya mennjamin lanon-lanon yang berasal dari negeri Campa itu agar tidak musnah sama sekali. Lagipula harta rampasan mereka sudah sedemikian banyaknya. Maka dengan itu oleh Datuk Kaye dikeluarkanlah larangan agar para lanon di Gunung Kute itu tidak ada lagi yang pergi merampok. Disuruhnya mereka untuk menjaga dan mendiami perkampungan di Gunung Kute tersebut, manakala ada musuh yang mendiami dan menyerang maka disitulah mereka akan melawannya dengan cara mati-matian.
Dan untuk kehidupan sehari-hari dipeintahkannyalah penduduk untuk bertanam sagu, dan mencari hasil laut dengan menyelam dan menangkap ikan dan selain itu diperintahkan untuk menanam kelapa sebagaimana lazimnya diperbuat oleh orang-orang ditempat asalnya. Begitulah akhirnya dimulai kehidupan baru disamping terus berjaga-jaga dari serangan musuh.
VI. Kedatangan Pangeran dari Kerajaan Brunai
Dipertengahan abad ke XVII, pada suatu hari diperairan sekitar pulau Matak suatu Bahtera yang lengkap dengan peralatannya serta sarat berisi muatan telah terdampar. Manakala diketahui oleh Datuk Kaye Dewa Perkase akan hal itu maka turunlah dia lengkap dengan pengiringnya yang terdiri dari lanon-lanon ketempat bahtera yang terdampar. Anak buah kapal yang berada dalam bahtera itu tidak sedikitpun melihat tanda-tanda akan melawan.
Sesampainya Datuk Kare ditempat perahu yang terdampar itu, maka naiklah ia kedalam bahtera. Diatas anjungan bahtera Datuk Kaye disambut oleh seorang muda yang tera,at gagah kerkase. Dengan penuh sopan santun anak muda itu menyambut kedatangan Datuk Kaye Dewa Perkase. Bersalam-salamlah mereka sebagaimana lazimnya orang-orang berkenalan. Ditanyakanlah oleh Datuk Kaye Dewa perkase, dari manakah bahtera berasal, apakah maksud membuang sauh di perairan ini. Diterangkanlah oleh anak muda itu bahwa dirinya adalah seorang pangeran anak Bungsu Pangeran khmad yang memerintah di kerajaan Brunai. Namanya adalah Pangeran Merta, maksud semula hendak pergi ke makam Tauhid guna membantu ayah saudaranya Sultan Ibrahim di Kerajaan Johor yang akan membuka negeri baru di sungai Jarang. Ditengah jalan dipukul ribut sehingga bahtera kehilangan arah dan terdampar dipulau ini. Rupa-rupanya bahtera itu tidak dapat dipakai lagi karena banyak yang patah dan rusak. Itulah sebabnya sauh dibuang diperairan ini.
Mendengar cerita Pangeran Merta itu maka terbitlah niatnya untuk menawan Pangeran Merta. Datuk Kaye teringat akan kematian tangan kanannya Nakhoda Alang yang dibunuh oleh Daeng Malewa atas suruhan Sultan Ibrahim. Pengeran Merja lalu ditawan. Harta benda yang ada dalam bahtera diangkut kedarat.
Mulai saat itn jadilah Pengeran Merta tawanan Datuk kaye Dewa Perkase. Dan hiduplah Pangeran Merta dikampung Gunung Kute iyu bersama-sama denfan para penduduk yang ada didaerah Gunung Kute itu.
Bahtera yang telah terdampar itu dihanyutkan ketempat itu juga. Lalu dikirimlah berita kepada Sultan Ibrahim bahwa anak saudaranya Pangeran Merta kini ditawan oleh mereka di Gunung Kute. Pangeran Merta tidak akan dibebaskan kecuali jika Sultah Ibrahim mengakui pemerintahan di Gunung Kute dan menyerahkan upeti ssebagai tebusan Pangeran Merta.
Tentu saja hal itu tidak dipedulikan oleh Sultan Ibrahim. Malah Sultan Ibrahim berazam untuk menumpas habis lanon-lanon yang telah menawan anak saudaranya Pangeran Merta.
Penjelasan:
Dalam buku Tuhfat an Nafis yang dikarang oleh Raja Ali Haji ada disebutkan tentang Sultan Ibrahim dan Pangeran Merta itu. Adapun Sultan Ibrahim yang memerintah dikerajaan Johor pad tahun 1653 - 1675 telah memerintah Laksamana Johor untuk membuka negeri di Sungai Jarang (Pulau Bintan). Adapun maksudnya adalah untuk kepindahannya dari makan Tauhid (ibu kota Johor Lama) ketempat yang baru itu guna mengtadakan persiapan menyerang negeri Jambi. Segala bantuan untuk membuka negeri baru itupun dimintalah mulai dari sahabatnya Raja Malaka, sehingga sampai Kerajaan abangnya Sultan Ahmad di Brunai.
Namun sampai siap negeri baru itu bantuan dari Kerajaan Abangnya Sultan Ahmad tidak kunjung diterima. Amat masygullah hati baginda manakala diketahuinya bahwa anak saudaranya Pangeran Merta dari Brunai yang semula akan membantu pembukaan negeri baru itu rupa-rupanya ditawan oleh lanon-lanon dari Campa dilaut Cina.
Bersabdalah baginda untuk menumpas habis lanon-lanon yang merajalela di laut cina itu dan seterusnya. Demikianlan antara lain Raja Ali Haji menulis Taufat An Nafis. Dan berdasarkan penulisan cerita tersebut kamu yakinkan kebenarannya.
dikutip dari http://irmasaddono.blogspot.com
Post a Comment